Cita-cita menjadi wakil rakyat di
Senayan sekarang bisa terbuka bagi siapa saja di Indonesia setelah pemerintahan
kita mengadopsi sistem bikameral, sistem 2 kamar,dengan keterwakilan individu yang
lepas dari wakil Partai seperti layaknya anggota DPR. Meskipun begitu sebagai
calon anggota senator ,kepopuleran tetap memegang peranan penting untuk
mendapatkan suara di Provinsi dimana dia bertarung.Tulisan ini saya dasarkan
pada pengalaman teman saya ketika mencoba peruntungannya dengan maju menjadi
calon anggota DPD mewakili Provinsi
DKItahun 2009 kemarin. Hanya saja karena tingkat
kepopuleran dan modal yang minim akhirnya temanku kalah suara.
Pertanyaan paling dasar sebelum maju haruslah didasarkan wilayah
administrasi dimana kita mencalonkan diri.Taruhlah misalnya saya maju
dari Provinsi DKI Jakartayang
terbagi menjadi 6 wilayah administratif. Dari 6 wilayah tersebut bagaimanakah
tingkat kepopuleran calon senator dimata konsituen? Apalagi Provinsi DKI Jakarta sebagai
ibukota negara,meskipun secara wilayah geografi lebih kecil dibanding provinsi
lain tetapi pertarungan politik nasional benar-benar diuji di Jakarta.Dan alat kampanye apa yang akan saya gunakan
agar saya bisa memperoleh suara yang cukup agar bisa menjadi anggota DPD RI mewakili Provinsi DKI Jakarta.
Gambar.1 Jembatan
Penyeberangan Busway di DKI Jakarta dirancang untuk kaum difabel pengguna
kursi roda.
Bila saya terpilih menjadi senator menggantikan anggota DPD RI 2019-2014,
maka saya akan menggalang dukungan dari kaum disabilitas bahwa,sudah
saatnya kaumdifabel dihargai
hak-haknya, tidak seperti gambar 1 diatas,sebuah tempat layanan umum yang seharusnya
dirancang untuk memenuhi kebutuhan kaum difabel yang
terpaksa menggunakan kursi roda,dalam kenyataannya jembatan tersebut disalahgunakan
untuk penyeberangan sepeda motor.
Sudah seharusnya DPD sebagai
lembaga tinggi negara kedepannya mau membuka pintu bagi keterwakilan dari
kaum difabel itu sendiri, seperti Parlemen di Eropayang
dengan rendah hati mau memberikan kursi parlemen bagi kaumtunarungu.Simak video berikut.
Anggota Parlemen Uni Eropa dari negara Hongaria MEP Ádám Kósa.
Anggota Parlemen Uni Eropa dari negara Hongaria MEP Ádám Kósa.
Tidak hanya demi memenuhi kuota 30% keterwakilan perempuan di parlemen,
sudah saatnya parlemen dalam hal ini DPD RI juga
mulai mau membuka pintunya bagi suara-suara kaum disabilitas agar masalah diskriminasi terhadap orang-orangdifabel bisa dikurangi. Salah satu contoh kampanye
gerakan #pitabiru di
jejaring sosial untuk kepedulian terhadap penyandang disabilitas yang
dipelopori Angkie Yudistia.
Gambar 2.Angkie Yudistia dan Cover Bukunya "Perempuan
Tunarungu tanpa Batas" yang baru-baru ini diluncurkan di Ciputra World
Marketing Gallery, Jakarta, Selasa (20/12/2011) lalu
Gerakan Sosial #PitaBiru yang
dipelopori Angkie Yudistia bila
tanpa diwakili suaranya di DPD RI niscaya
gaungya tidak akan membesar dan menjadi kepedulian bagi semua pihak di
Indonesia, bahwa masih banyak kehidupan diskriminasi yang dialami
oleh kaum difabel di Indonesia.
Sudah saatnya parlemen Indonesia ,baik
itu DPR RI,DPD RI dan MPR RI mau
memberikan kursinya pada orang-orang difabel yang
memiliki kebutuhan khusus sehingga pembangunan di negara kita semakin peduli
terhadap penyandang disabilitas. Sehingga misi pemberdayaan teman-teman
penyandang disabilitas di Indonesia bisa
lebih bergema keseluruh wilayah Indonesia.
Dan saya lebih senang bila suatu saat, ada orang seperti Angkie Yudistia duduk
di parlemen mewakili suara, orang-orang berkebutuhan khusus di Indonesia. Andai
hal itu bisa terjadi negara kita,bukan karena lomba Blog dan Twit Andai Saya
menjadi anggota DPD RI, maka Indonesia adalah negara ASEAN pertama yang
memiliki senator dari kaum difabel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar